WARTAGARUT.COM – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, H. Enjang Tedi, S.Sos., M.Sos., melakukan kegiatan sosialisasi Pencegahan & Penanganan Kekerasan pada Anak di SLB Muhammadiyah Bayongbong, Kabupaten Garut, pada Senin (5/2/2024).
Enjang Tedi menyoroti urgensi sosialisasi ini dengan merujuk pada Latar Belakang Perda Provinsi Jabar No.3/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Menurutnya, hak setiap anak harus dijunjung tinggi sebagaimana yang tercantum dalam UUD RI Tahun 1945 dan Konvensi PBB.
“Fenomena kekerasan dan eksploitasi anak masih sering terjadi, seperti anak terlantar, anak yang menjadi korban tindak kekerasan, dll. Penyelenggaraan perlindungan anak menjadi hal yang sangat penting untuk menjamin anak agar dapat diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan suportif,” ungkap Enjang Tedi.
Dalam sesi sosialisasinya, Enjang Tedi membahas secara rinci kasus-kasus kekerasan pada anak yang sering terjadi, seperti penculikan, kekerasan, eksploitasi anak, hingga bullying di berbagai lingkungan.
Ia menekankan bahwa kekerasan pada anak bisa berwujud fisik, verbal, maupun emosional.
“Jenis dan wujud kekerasan pada anak melibatkan penggunaan kekuatan fisik, verbal, atau emosional yang merugikan atau melukai anak, baik oleh orang dewasa maupun sesama anak-anak. Ini bisa berupa perlakuan kasar, eksploitasi, pelecehan, atau pengabaian,” jelas Enjang Tedi.
Ia juga membahas faktor penyebab kekerasan pada anak, melibatkan faktor internal, faktor eksternal, serta peran lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Tanda-tanda kekerasan pada anak, seperti perubahan perilaku, cedera fisik, ketakutan, dan kecemasan yang tidak wajar, juga turut diuraikan.
Dalam upaya pencegahan, Enjang Tedi menekankan peningkatan kesadaran orang tua, anak, masyarakat, dan lembaga pendidikan terkait hak dan perlindungan anak.
Ia juga menggarisbawahi perlunya edukasi dan konseling bagi orang tua mengenai pengasuhan anak, serta pemberian alternatif pengasuhan bagi anak yang terpisah dari lingkungan keluarga.
Dalam konteks penanganan kekerasan pada anak, Enjang Tedi juga membahas langkah-langkah konkrit untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada anak yang menjadi korban.
Beliau menggarisbawahi bahwa setiap orang wajib melaporkan dugaan adanya tindak pidana pelecehan dan kekerasan anak di sekitarnya.
“Perlindungan khusus harus diberikan pada anak yang berada dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, hingga anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnya,” jelas Enjang Tedi.
Pemberian perlindungan khusus juga mencakup anak yang menjadi korban pornografi, memiliki Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV), serta anak yang menjadi korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan.
Enjang Tedi menegaskan bahwa upaya ini harus melibatkan partisipasi masyarakat yang lebih aktif.
“Partisipasi masyarakat sangat penting dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Ini bisa melibatkan orang perseorangan, lembaga pendidikan, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga sosial, organisasi profesi, dunia usaha, dan media. Kita semua memiliki peran dalam melindungi anak-anak kita,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Enjang Tedi menjelaskan ketentuan pidana bagi pelanggaran terhadap kewajiban perlindungan anak.
Menurutnya, setiap orang yang melanggar, seperti tindak pidana pelecehan dan kekerasan anak di sekitarnya, dapat diancam pidana kurungan hingga tiga bulan atau denda maksimal Rp50.000.000,00.
“Kita harus melibatkan diri dalam melaporkan dugaan tindakan kekerasan pada anak dan melindungi mereka dari pengaruh yang merugikan. Kita semua bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman dan suportif bagi perkembangan anak-anak kita,” tegas Enjang Tedi. (soni)***