WARTAGARUT.COM – Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (DPW PKB) Jawa Barat menggelar Halaqoh Siyasah dan Harokah Santri Volume 2 di Pondok Pesantren Hidayatul Faizien, Bayongbong, Kabupaten Garut, Jumat, 10 Januari 2025.
Acara ini diikuti oleh para ajengan anom (kiai muda) dari berbagai daerah di Jawa Barat dan dihadiri tokoh-tokoh penting seperti Ketua DPW PKB Jawa Barat, Syaiful Huda, Wakil Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jabar KH. Abubakar, Sekretaris DPW PKB Jabar Acep Jamaludin, Wakil Ketua DPW PKB Jawa Barat H. Oleh Soleh, Ketua Panitia KH. Aceng Malki, Fraksi PKB DPRD Jabar, dan Fraksi PKB DPRD Garut.
Turut hadir pula pembicara, KH. Hasan Syukri Zamzam Mahrus dari Pondok Pesantren Lirboyo, KH. Abdusalam Shohib dari Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar, Gus Faris dari Pondok Pesantren Buntet, dan KH. Aceng Abdul Mujib dari Pondok Pesantren Fauzan.
Fokus pada Dakwah dan Politik
Mengangkat tema sinergi antara dakwah dan politik dalam tradisi Aswaja An Nahdliyah, Ketua DPW PKB Jabar Syaiful Huda menekankan pentingnya menggerakkan tradisi sebagai bagian dari perjuangan politik PKB.
Menurutnya, PKB adalah instrumen strategis untuk mengawal nilai-nilai Islam Ahlussunnah Wal Jamaah dan memperjuangkan kepentingan umat di ranah kebijakan.
Kiai dan Politik: Sebuah Keharusan
KH. Abdussalam Shohib menegaskan bahwa keterlibatan kiai dalam politik adalah keharusan agar mereka tidak hanya menjadi objek, tetapi juga subjek dalam pengambilan keputusan politik.
“Kiai harus memahami politik agar dapat berperan aktif dalam menentukan arah kebijakan yang berpihak kepada umat,” ujarnya.
Gus Salam juga memberikan apresiasi atas pencapaian PKB Jawa Barat dalam Pemilu Legislatif dan Pilkada serentak 2024.
Ia menyebut keberhasilan ini sebagai bukti nyata komitmen PKB dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Dakwah dengan Kebanggaan
Dalam konteks dakwah, Gus Salam menekankan pentingnya rasa bangga saat berdakwah, termasuk dalam keberpihakan pada partai politik.
“Dakwah tanpa kebanggaan itu tidak sempurna,” jelasnya. Ia juga mendorong para santri untuk menjadikan politik sebagai bagian integral dari perjuangan dakwah.
Politik sebagai Instrumen Kebijakan
KH. Aceng Abdul Mujib menambahkan bahwa politik adalah alat strategis untuk menentukan kebijakan yang berdampak langsung pada masyarakat.
“Melalui politik, kita dapat melanjutkan perjuangan para ulama terdahulu demi mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan adil,” katanya.
Kolaborasi NU dan Politik
Gus Faris, dalam kesempatan tersebut, menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) tidak menjadi partai politik sesuai Khittah 1926.
Namun, NU harus berkolaborasi dengan kekuatan politik agar aspirasinya tidak diwakilkan oleh pihak lain.
“Kolaborasi ini adalah jalan untuk memastikan konsensus kebangsaan tetap terjaga sesuai empat pilar nasional,” tuturnya.
Acara ini menjadi momentum penting untuk menyatukan semangat dakwah dan politik sebagai dua hal yang tidak terpisahkan.
Peserta halaqoh berharap sinergi ini mampu memperkuat peran PKB dalam memperjuangkan kepentingan umat, sekaligus menjadi jalan menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera.***
Penulis : Soni Tarsoni