WARTAGARUT.COM – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Permasalahan Remaja di Kabupaten Garut dan Penanganannya dari Berbagai Perspektif”, di Aula Kantor MUI, Jalan Pramuka, Komplek Islamic Center Garut Kota, pada Kamis, 15 Mei 2025.
Acara ini menyatukan pemikiran para tokoh pendidikan, seperti guru BK, kepala sekolah, Dinas Pendidikan, KCD XI, Kemenag, dan para ulama, guna mencari solusi konkret terhadap krisis moral dan mental yang tengah melanda remaja Garut.
KH. Sirojul Munir, Ketua MUI Kabupaten Garut, dalam pernyataannya mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait minimnya pemahaman agama di kalangan siswa.
“Yang tahu baca tulis Al-Qur’an dan praktek ibadah itu cuma 30%. Sisanya 70% tidak paham bahkan tidak tahu apa itu agama,” ungkapnya.
Ia menambahkan, saat dahulu anak-anak diuji baca Al-Qur’an sebagai syarat masuk SMP atau SMA, banyak yang menangis karena tidak bisa membaca lembaran Iqro.
“Yang 70% itu pun kalau disaring lagi, hanya sebagian kecil yang bisa membaca dengan lancar. Mayoritasnya terbata-bata,” lanjut KH Munir.
Ia menyayangkan kondisi ini mengingat para siswa ini adalah calon pemimpin masa depan. Ditambah lagi, pergaulan bebas, penyalahgunaan teknologi, hingga krisis moral kini merambah tidak hanya sekolah umum, tapi juga pesantren.
Ketua Pelaksana FGD, Dr. H. Jajang Burhanudin, menekankan pentingnya kolaborasi antar-lembaga pendidikan dan keagamaan untuk membangun generasi yang bermoral kuat dan sehat secara mental.
FGD ini merupakan tindak lanjut dari MoU antara MUI Garut dengan Dinas Pendidikan, KCD XI, dan Kemenag. Fokus pembahasan tertuju pada perlunya pembinaan bukan hanya untuk siswa, tapi juga guru dan staf sekolah.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan perda anti maksiat. Tanpa pembinaan internal di sekolah dan lingkungan keluarga, itu tidak akan cukup,” tegas H. Jajang Burhanudin.
Diskusi ini diharapkan menghasilkan RTL (Rencana Tindak Lanjut) yang konkret, sistematis, dan berkelanjutan.
“Kami ingin ini bukan sekadar forum dialog, tapi juga langkah strategis untuk memperkuat pembinaan moral di sekolah. Jangan sampai sekolah jadi lembaga yang tidak berdaya menghadapi situasi sekarang,” pungkasnya.***
Penulis : Soni Tarsoni









