WARTA GARUT – Serikat Pekerja Perkebunan (SPBUN) PTPN VIII meminta para pelaku penebangan tanaman teh di Kebun Cisaruni, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut yang berada di area PTPN VIII diberi hukuman setimpal.
Hal tersebut dikatakan Ketua Umum SPBUN PTPN VIII, Adi Sukmawadi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/12/2022).
Adi mengatakan, hukuman pidana terhadap para pelaku penebang tanaman teh ini dilakukan untuk membuat efek jera kepada para pelaku. Pasalnya dengan terjadinya aksi perusakan tersebut membuat kegiatan operasional di Kebun Cisaruni menjadi terganggu.
Karena tanaman teh yang ditebang sekelompok masyarakat ini mencapai 97,73 hektare.
“Mereka merusak tanaman teh dengan menggunakan alat seperti gergaji, arit dan sinso Chain Saw,” ucapnya.
Akibat aksi pembabatan ini, kata dia, PTPN VIII mengalami kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 127 miliar. Selain itu, ditebangnya tanaman teh mengakibatkan lahan tersebut mengalami kerusakan lingkungan.
“Ada potensi terjadinya bencana alam longsor karena hilangnya tutupan tanaman teh yang identik dengan tanaman keras dengan akar yang padat sehingga dapat menyangga tanah di daerah-daerah kemiringan,” katanya.
SPBUN PTPN VIII siap mengawal proses hukum yang saat ini sedang dilakukan di
Pengadilan Negeri Garut. Pihaknya berharap para pelaku dapat diberikan hukuman sesuai dengan perbuatannya.
Pengawalan proses hukum itu di antaranya dengan melakukan aksi damai yang dilakukan beberapa waktu lalu oleh SPBUN di Kejaksaan Negeri Garut.
“Dalam aksi itu kami menyampaikan ucapan terima kasih atas proses hukum yang telah dijalankan oleh Kejaksaan Negeri Garut. Kami mendukung penuh proses hukum yang saat ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri Garut,” ujarnya.
Adi menambahkan, sekolompon orang yang merusak tanaman teh itu mengatasnamakan kepentingan masyarakat.
“Tanaman teh yang dirusak itu milik PTPN VIII. Mereka bertujuan untuk menduduki dan menguasai lahan PTPN VIII yang mana lahan tersebut merupakan lahan negara yang pengelolaanya diserahkan kepada PTPN VIII,” katanya.
Lahan yang ingin direbut itu masih dimiliki PTPN VIII dengan izin Hak Guna Usaha (HGU). Sebelum ditempuh upaya hukum oleh PTPN VIII, telah beberapa kali dilakukan upaya persuasif melalui jalur musyawarah dengan para penggarap.
“Tapi pertemuan itu tidak mendapat titik temu dari kedua belah pihak. Soalnya para pelaku memiliki tujuan untuk mempunyai lahan tersebut untuk kegiatan pertanian,” ujarnya. (*)