WARTAGARUT.COM – Pengusaha Muslim Tionghoa-Indonesia H. Mohammad Jusuf Hamka atau juga dikenal dengan nama Babah Alun memberikan masukan berharga kepada para pekerja dan calon pengusaha.
Menurut Jusuf Hamka mengatakan bahwa tidak cukup hanya berpikir menjadi pekerja, tetapi kita juga perlu mengembangkan pola pikir menjadi pemilik.
Jusuf Hamka menjelaskan konsep ini dalam sebuah pernyataan yang mengundang perhatian banyak orang.
“Matematikanya jangan satu tambah satu sama dengan dua, satu tambah satu sama dengan 11 baru bisa jadi orang kaya atau orang hebat. Kalau satu tambah satu sama dengan dua, berarti kita cuma mimpi saja, yaitu jadi pekerjaan. Nah, cuma jangan lupa bisa saja satu tambah satu jadi minus 11,” kata Yusuf Hamka dengan gaya berbicara yang menggelitik.
Dalam analogi yang disampaikannya, Jusuf Hamka mengibaratkan dirinya sebagai Metromini, sementara teman-temannya adalah sosok-sosok yang hebat seperti dokter.
“Teman-teman saya banyak yang jadi dokter, banyak yang jadi CEO hebat-hebat. Saya mengibaratkan diri saya Metromini. Ayo kita berpacu dari taman mini mau ke Bogor. Saya bilang sama teman-teman saya, ‘Saya Metromini, saya sampai duluan’. Dari mana bisa Bigbird? Loh, mesin bagus, mobil bagus, pasti sampai duluan.’ Ternyata salah ngitung kalau Bigbird, karena mobilnya bagus mau nyalip. Kalian lihat dulu kiri-kanan. Kalau saya nggak perlu lihat kiri-kanan, sudah sampai di Bogor.”katanya dikutip melalui kanal youtube Be A Billionaire ID.
Dengan gaya bercerita yang penuh humor, Yusuf Hamka menjelaskan bahwa dirinya merasa memiliki keunggulan dalam situasi tertentu, meskipun tampaknya tidak sebaik yang lain.
Ia mengibaratkan dirinya sebagai anak hutan yang datang ke Samarinda dan menjadi anak ampuh dari anak kampung.
Setelah merantau ke Jakarta, ia pun menjadi seorang pengusaha sukses.
“Saya alhamdulillah jadi anak kota. Saya dipanggil seseorang yang cukup berkompeten ditawarkan jadi duta besar. saya bilang, ‘Maaf, saya nggak kepengen jadi duta besar’. Kenapa? Saya bilang nggak mau karena saya nggak bisa pakai dasi. Saya suka kecekek kalau pakai dasi, dan saya punya baju juga nggak pernah bisa pakai baju rapi. Baju saya apa adanya, dan saya pakai celana juga celana jin,” cerita Jusuf Hamka sambil tertawa.
Menurutnya, menjadi duta besar akan membatasi interaksinya dengan masyarakat, terutama mereka yang terpinggirkan.
Jusuf Hamka lebih suka berinteraksi dengan saudara-saudara yang termarjinalkan, karena menurutnya, dengan menyayangi orang lain, kita akan diperhatikan oleh Allah dan juga oleh teman-teman pejabat.
Namun, perhatian tersebut bukan untuk melakukan perbuatan yang tidak baik, melainkan untuk berbuat yang lebih baik.
Jusuf Hamka Menegaskan bahwa kebanggaannya bukanlah menjadi orang kaya, tetapi menjadi orang yang dapat membantu sesama.
Baginya, menjadi orang kaya tanpa memberikan manfaat kepada orang lain bukanlah sesuatu yang membanggakan.
Lebih baik sederhana tetapi bermanfaat bagi orang lain. Jusuf Hamka memiliki impian untuk membangun 1000 masjid dan mewariskannya kepada anak-anaknya.
“Sampai 1000, Insyaallah itu bisa terbangun, karena apa? Saya tahu kok apa yang saya hasilkan dan apa yang saya miliki hari ini mungkin lebih dari cukup untuk itu. Dan saya kepengen tabungan itu bukan di dunia, tetapi tabungan itu di akhirat, karena saya percaya bahwa kehidupan yang paling kekal bukan di dunia ini, tetapi kehidupan kekal nanti, kalau kita sudah meninggalkan lapangan,” tutup Yusuf Hamka.***