WARTAGARUT.COM – Aksi cepat tanggap kembali ditunjukkan Wakil Bupati Garut, drg. Hj. Luthfianisa Putri Karlina, M.BA.
Teh Putri Karlina memimpin langsung operasi pembersihan sampah di kawasan Gunung Guntur, Garut, didampingi Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, Dinas Pariwisata, komunitas lingkungan, dan relawan pecinta alam, Pada Selasa (02/07/2025).
Putri Karlina menegaskan bahwa Langkah ini merupakan respons atas temuan mengejutkan: tumpukan sampah tak lazim, termasuk limbah kulit dan sisa bangunan yang dibuang secara ilegal di sekitar jalur wisata Jeep menuju Tegal Malaka, Gunung Guntur.
“Gunung Guntur bukan tempat sampah. Ini warisan alam Garut, bukan lokasi pembuangan limbah B3. Kalau ini dibiarkan, apa yang mau kita wariskan ke generasi nanti?” tegas Teh Putri.
Teh Putri menjelaskan bahwa limbah kulit yang ditemukan bukan sekadar sampah organik biasa. Karena telah diberi zat kimia seperti pengawet dan pewarna, limbah tersebut dikategorikan sebagai limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang sangat merusak lingkungan.
“Limbah ini seharusnya dikelola oleh pihak ketiga. Ada vendor khusus yang dibayar oleh pengusaha untuk memproses limbah B3. Tidak bisa sembarangan buang ke alam!” ujar Teh Putri dengan nada geram.
Teh Putri menambahkan bahwa tindakan ini tidak hanya sekadar gerakan simbolik. Beliau berharap semua pihak—pemerintah, masyarakat, komunitas, dan pengusaha—ikut ambil bagian dalam menjaga kawasan wisata dari pencemaran.
“Kalau kita diam, artinya kita setuju. Kalau buang sampah di gunung dianggap biasa, ya lama-lama seluruh Garut bisa jadi tempat sampah.”
Aksi ini sekaligus menjadi momen edukatif bagi para peserta yang hadir. Teh Putri menekankan bahwa edukasi publik harus berjalan beriringan dengan regulasi dan penindakan.
“Minimal, setelah pulang dari sini, reakn rekan bisa menyampaikan pesan ini ke lebih banyak orang. Kalau bukan kita yang sadar, siapa lagi?”
Kegiatan ini ditutup dengan ajakan agar komunitas wisata Jeep, paguyuban, warga sekitar, dan dinas terkait bersinergi dalam upaya pembersihan berkelanjutan dan penelusuran oknum pembuang limbah.***
Penulis : Soni Tarsoni